Siapakah yang Akan Menggantikan Rivalitas Ronaldo dan Messi?

siapakah-yang-akan-menggantikan-rivalitas-ronaldo-dan-messi

Siapakah yang Akan Menggantikan Rivalitas Ronaldo dan Messi? Pada awal November 2025 ini, saat musim liga Eropa memasuki fase krusial dan playoff MLS Cup bergulir sengit, pertanyaan yang menggantung di benak penggemar sepak bola dunia adalah: siapa yang akan isi kekosongan rivalitas epik antara Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo? Dua legenda ini, yang mendominasi dua dekade terakhir dengan delapan Ballon d’Or masing-masing, kini berusia 38 dan 40 tahun—Messi di Inter Miami dengan 29 gol musim ini, Ronaldo di Al Nassr dengan 104 gol sejak 2023. Rivalitas mereka tak hanya soal gol, tapi inspirasi global yang bikin sepak bola jadi lebih dari olahraga. Namun, dengan keduanya mulai geser ke fase akhir karir, generasi baru seperti Kylian Mbappé, Erling Haaland, Jude Bellingham, dan Vinícius Júnior mulai tunjukkan taring. Baru-baru ini, di Ballon d’Or 2025 yang dimenangi Vinícius, diskusi tentang penerus duo ini makin ramai—terutama setelah Haaland dan Mbappé saling kejar rekor gol di liga domestik. Bagi pengamat, ini bukan akhir era, tapi transisi menuju rivalitas baru yang lebih dinamis, di mana kecepatan, kekuatan, dan kreativitas jadi senjata utama. Mari kita lihat calon-calon yang siap ambil alih panggung. REVIEW KOMIK

Generasi Baru yang Siap Bersinar: Siapakah yang Akan Menggantikan Rivalitas Ronaldo dan Messi?

Generasi pasca-Messi-Ronaldo lahir dari akademi top Eropa dan talenta mentah yang meledak cepat, siap isi kekosongan dengan gaya permainan yang lebih eksplosif. Kylian Mbappé, 27 tahun, sudah jadi ikon di Real Madrid sejak pindah dari PSG musim panas lalu—ia cetak 35 gol di La Liga 2025, termasuk hat-trick lawan Barcelona yang bikin ia kandidat kuat Ballon d’Or tahun depan. Erling Haaland, striker Norway di Manchester City, tak kalah ganas dengan 42 gol di Premier League, rekor satu musim yang pecah catatan Alan Shearer. Jude Bellingham, gelandang Inggris berusia 22 tahun juga di Madrid, gabungkan visi passing ala Messi dengan fisik Ronaldo—ia kontribusi 15 gol dan 12 assist, bantu Madrid raih treble domestik.

Vinícius Júnior, 25 tahun, dan Lamine Yamal, wonderkid Barcelona berusia 18 tahun, wakili sisi kreatif Brasil-Spanyol yang lincah. Vinícius, pemenang Ballon d’Or 2025, cetak 28 gol dengan dribel sukses 80 persen, sementara Yamal, debutan sensasional, sudah punya 12 gol di La Liga meski baru 18. Endrick, striker muda Brasil di Madrid, tambah dimensi dengan kecepatan Haaland-like. Fakta menarik: kelima ini lahir setelah 1997, beda era dengan duo lama, dan mereka sudah saling kejar di kompetisi seperti Liga Champions—Madrid Mbappé-Bellingham-Endrick vs City Haaland jadi duel yang paling ditunggu. Generasi ini tak hanya soal statistik; mereka bawa narasi baru—dari isu rasisme yang diatasi Vinícius hingga tekanan mental yang hadapi Yamal—membuat sepak bola lebih relatable bagi anak muda.

Rivalitas Potensial Mbappé vs Haaland: Siapakah yang Akan Menggantikan Rivalitas Ronaldo dan Messi?

Di antara semua calon, duel Mbappé-Haaland muncul sebagai pengganti paling potensial untuk rivalitas Messi-Ronaldo, gabungkan kecepatan Prancis dengan kekuatan Norway dalam bentrokan klub-klub raksasa. Mbappé, dengan gaya eksplosif ala Ronaldo muda—sprint 100 meter di bawah 11 detik dan finishing akurat 75 persen—sudah bentrok langsung dengan Haaland di Liga Champions 2025, di mana ia cetak brace lawan City untuk loloskan Madrid ke semifinal. Haaland balas di leg kedua dengan gol penalti krusial, tapi Madrid menang agregat 4-3. Statistik mereka mirip: Mbappé 50 gol musim ini lintas kompetisi, Haaland 55, tapi Mbappé unggul assist dengan 18 vs 10 Haaland.

Rivalitas ini tak terbatas klub; di timnas, Mbappé pimpin Prancis ke Nations League, sementara Haaland bawa Norway ke playoff Euro 2026. Pengamat bilang ini bisa jadi “duel striker abad ini”—Mbappé lebih komplet dengan visi, Haaland tak tertandingi soal positioning kotak penalti. Di 2025, mereka saling kejar sepatu emas Eropa, dengan Mbappé unggul dua gol setelah hat-trick akhir pekan lalu. Bedanya dengan Messi-Ronaldo: ini lebih fisik, kurang dramatis emosional, tapi potensi viralnya tinggi—bayangkan final Liga Champions 2026 antara Madrid dan City. Duel ini bisa dorong batas fisik sepak bola, di mana keduanya main 60 laga setahun tanpa cedera mayor, inspirasi bagi generasi yang haus efisiensi.

Dampak Bellingham dan Vinícius di Madrid

Di Real Madrid, Jude Bellingham dan Vinícius Júnior jadi duo internal yang bisa lahirkan rivalitas mikro, tapi justru sinergi mereka tunjukkan bagaimana generasi baru kolaborasi daripada bersaing langsung. Bellingham, dengan passing akurat 92 persen dan 20 gol dari gelandang, ciptakan peluang untuk Vinícius yang respons dengan dribel mematikan—kombinasi ini bantu Madrid raih La Liga 2025 dengan selisih 10 poin. Namun, di luar lapangan, ada gesekan halus: Bellingham sering ambil peran kreatif ala Messi, sementara Vinícius tuntut bola lebih sering, seperti Ronaldo dulu. Di Ballon d’Or 2025, Vinícius menang tipis atas Bellingham, picu debat siapa yang lebih berhak jadi “penerus utama”.

Dampaknya luas: di Madrid, mereka angkat standar, tapi juga ciptakan tekanan—Bellingham absen dua laga karena burnout, sementara Vinícius hadapi isu rasisme yang bikin ia lebih vokal. Di level global, duo ini saingi Mbappé-Haaland; Bellingham pilih Inggris ke final Nations League, Vinícius bawa Brasil ke Copa America semifinal. Fakta: usia mereka 22 dan 25, beri ruang panjang untuk rivalitas lintas klub—bayangkan Bellingham di City masa depan vs Vinícius tetap di Madrid. Ini bawa nuansa baru: rivalitas tak lagi individu vs individu, tapi gaya permainan—kreativitas Bellingham vs kecepatan Vinícius—yang bikin sepak bola lebih tak terduga.

Kesimpulan

Rivalitas Messi-Ronaldo mungkin tak tergantikan sepenuhnya, tapi generasi Mbappé, Haaland, Bellingham, Vinícius, dan Yamal siap isi kekosongannya dengan energi baru yang lebih global dan intens. Pada November 2025 ini, saat Ballon d’Or baru lewat dan Liga Champions memanas, duel Mbappé-Haaland atau Bellingham-Vinícius tunjukkan transisi mulus—dari era individualisme ke kolaborasi dinamis. Ini bukan akhir, tapi evolusi: sepak bola tetap soal mimpi, tapi kini dengan wajah lebih muda dan cerita lebih beragam. Bagi penggemar, yang penting bukan siapa penggantinya, tapi bagaimana mereka dorong batas—dan dari tanda-tanda sekarang, masa depan terlihat cerah, penuh gol dan drama yang tak kalah epik. Siap sambut era baru? Lapangan sudah memanggil.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Post Comment