Alasan Chelsea Selalu Berjaya di Liga Champions
Alasan Chelsea Selalu Berjaya di Liga Champions. Chelsea lagi-lagi jadi buah bibir di Liga Champions UEFA musim 2025/26, meski start mereka agak goyah dengan kekalahan 3-1 dari Bayern Munich di laga pembuka. Malam ini, 30 September 2025, The Blues bersiap hadapi Benfica di Stamford Bridge, dengan misi lanjutkan tradisi kejayaan di kompetisi elite Eropa. Sejak era Roman Abramovich pada 2003, Chelsea punya catatan mentereng: dua gelar UCL (2012, 2021), plus semifinal atau lebih baik dalam tujuh musim berbeda. Bahkan di tengah krisis domestik—seperti posisi ke-10 di Premier League saat ini—mereka tetap ditakuti di Eropa. Apa rahasia di balik konsistensi ini? Bukan cuma duit atau bintang, tapi kombinasi cerdas dari taktik, mental, dan identitas klub yang bikin Chelsea beda. Meski Enzo Maresca lagi di ujung tanduk, dengan tekanan dari fans dan Sir Jim Ratcliffe, Chelsea punya DNA Eropa yang susah dilupain. Yuk, kita bedah tiga alasan utama kenapa The Blues selalu berjaya di Liga Champions. BERITA BASKET
Alasan 1: Mental Baja di Laga Krusial: Alasan Chelsea Selalu Berjaya di Liga Champions
Chelsea punya kemampuan langka: tampil maksimal saat taruhan tinggi. Sejak era Jose Mourinho 2004-2007, mereka bangun mental “kita lawan siapa pun, di mana pun.” Contoh epik? Final UCL 2012 lawan Bayern Munich di Allianz Arena—Chelsea, yang cuma finis keenam di liga, menang adu penalti berkat Didier Drogba dan Petr Cech. Musim 2021 juga sama: di bawah Thomas Tuchel, mereka kalahkan Manchester City yang dominan di final Porto. Data bilang, Chelsea menang 68 persen laga knockout UCL sejak 2003—tertinggi kedua setelah Real Madrid. Musim ini, meski kalah dari Bayern, Chelsea punya xG 1.9 lawan 1.4 Bayern, tunjukkan mereka tetap kompetitif. Mental ini datang dari tradisi: pemain seperti John Terry, Frank Lampard, sampai Thiago Silva tanamkan DNA pantang menyerah. Sekarang, Enzo Fernandez dan Reece James lanjutkan, dengan Fernandez punya 88 persen akurasi passing di laga Eropa. Malam ini lawan Benfica, mental ini bakal diuji lagi, apalagi dengan Jose Mourinho—eks Chelsea—di kubu lawan.
Alasan 2: Kedalaman Skuad yang Luar Biasa
Chelsea selalu punya skuad dalam, bahkan di saat krisis. Investasi Abramovich dan kini Ratcliffe bikin mereka bisa beli bintang sekaligus kembangkan talenta muda via akademi Cobham. Musim ini, meski Cole Palmer cedera, mereka masih punya Joao Pedro (tujuh gol di liga), Pedro Neto (lima assist), dan Liam Delap yang cetak gol debut UCL lawan Bayern. Rotasi Maresca—seperti pakai Chalobah-Adarabioyo di bek tengah—bikin Chelsea fleksibel, dengan rata-rata 3,2 tembakan tepat sasaran per laga Eropa. Sejarah bilang hal sama: di 2012, mereka menang UCL meski tanpa Terry dan Ivanovic di final karena Branislav Ivanovic dan David Luiz melangkah maju. Di 2021, Kai Havertz muncul dari bangku cadangan jadi pahlawan. Kedalaman ini bikin Chelsea tahan banting, bahkan saat absen pemain kunci. Bandingkan dengan Benfica malam ini: tanpa Rafa Silva yang pindah, mereka bergantung pada Vangelis Pavlidis. Chelsea? Punya tiga opsi penyerang berbeda, plus Fernandez-Caicedo di tengah yang kuasai 56 persen penguasaan bola. Ini keunggulan yang susah dilupain.
Alasan 3: Adaptasi Taktik yang Cepat
Chelsea dikenal sebagai tim kameleon di UCL—selalu adaptasi cepat ke lawan. Dari era Mourinho yang pragmatis dengan 4-4-2 rapat, sampai Tuchel yang pakai 3-4-2-1 fleksibel di 2021, Chelsea punya pelatih yang paham Eropa. Maresca, meski lagi dikritik, bawa pendekatan possession-based yang mirip Pep Guardiola: 4-2-3-1 dengan build-up dari belakang, terlihat saat mereka tahan Bayern di babak pertama. Statistik tunjukkan Chelsea punya 62 persen clean sheet di laga kandang UCL sejak 2010—bukti taktik solid. Lawan Benfica, Maresca diprediksi pakai pressing tinggi buat manfaatkan leletnya bek Benfica seperti Nicolas Otamendi, yang rentan lawan kecepatan Neto. Adaptasi ini juga soal mental pelatih: Tuchel pernah ubah formasi tengah laga lawan Porto di 2021, dan Maresca baru-baru ini menang 2-1 lawan Lincoln di EFL Cup berkat switch ke 4-3-3. Ini beda sama tim lain yang sering kaku, seperti PSG yang gagal di UCL karena terlalu andalkan individu. Chelsea? Mereka main sebagai tim, dan itu kunci.
Kesimpulan: Alasan Chelsea Selalu Berjaya di Liga Champions
Keberhasilan Chelsea di Liga Champions bukan kebetulan, tapi hasil dari mental baja, kedalaman skuad, dan taktik yang adaptif. Malam ini lawan Benfica, dengan Jose Mourinho di sisi lawan, jadi ujian terbaru buat tradisi ini. Meski lagi limbung di liga domestik, The Blues punya sejarah bangkit di Eropa—dari Munich 2012 sampai Porto 2021. Prediksi bilang Chelsea menang tipis 2-1, dengan Fernandez dan Pedro Neto jadi penentu. Tapi lebih dari skor, ini soal identitas: Chelsea bukan cuma klub kaya, tapi tim yang tahu cara menang di panggung besar. FIFPRO mungkin soroti workload pemain, tapi Chelsea punya cara sendiri jaga bintang seperti Joao Pedro tetap fit. Bagi fans, ini pengingat: di UCL, Chelsea selalu punya peluang, tak peduli seberapa buruk form domestik. Stamford Bridge siap bergemuruh, dan DNA Eropa mereka bakal bicara lagi.
Post Comment